Tugas resume mengenai hubungan pusat dan
daerah
Nama: Mega Meirina
NPM: 110110100270
·        
Berkaitan dengan tugas pembantuan
Hubungan dalam tugas pembantuan timbul oleh
atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Pada intinya, tugas pembantuan
adalah melaksanakan perarturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi.  Selain itu tugas pembantuan dalam hal
tertentu dapat dijadikan semacam “terminal” menuju “penyerahan penuh” suatu
urusan kepada daerah. Dengan kata lain, tugas pembantuan merupakan tahap awal
sebagai persiapan menuju kepada penyerahan penuh.
1.      
UU no.22 tahun 1948: daerah
diserahi tugas untuk menjalankan kewajiban pusat di daerah
2.      
UU no. 1 tahun 1957: tugas
pembantuan sebagai menjalankan peraturan perundang-undangan
3.      
UU no.18 tahun 1965: tugas pembantuan
sebagai melaksanakan urusan pusat atau daerah yang lebih atas tingkatannya.
4.      
UU no.5 tahun 1974: tugas untuk
turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada
Pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan
kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan
Kaitan tugas pembantuan dengan
desentralisasi dan hubungan antara pusat dengan daerah seharusnya bertolak
dari:
1.      
Bagian dari desentralisasi,
pertanggungjawaban penyelenggaraan tugas pembantuan adalah tanggung jawab
daerag bersangkutan
2.      
Dalam tugas pembantuan terdapat
unsur otonomi, karena daerah mempunyai sendiri cara melaksanakan tugas
pembantuan
3.      
Tugas pembantuan sama dengan
otonomi, ada unsur “penyerahan”  bukan
“penugasan”. Perbedaannya kalau otonomi penyerahan penuh, sedangkan tugas
pembantuan penyerahan tidak penuh.
·        
Berkaitan dengan bidang pengawasan
1.      
Pengawasan represif
Dilaksanakan dalam bentuk
penangguhan dan pembatalan
Obyek pengawasan represif
: 
a)     
UU no.1 tahun 1957 dan UU no.22
tahun 1948: Keputusan DPRD atau keputusan DPD
b)     
UU no.18 tahun 1965 : Keputusan
Pemerintah daerah
c)      
UU no.5 tahun 1974: UU lain
menyebutkan “keputusan” sebagai obyek pengawasan represif
Pengawasan
represif dilakukan atas suatu tindakan konkrit, maupun atas keputusan yang
bersifat umum dan keputusan yang individual konkrit
(ketetapan/beschikking).  Terhadap
tindakan konkrit, dapat dilakukan secara spontan oleh pemegang wewenang
pengawasan represif, atau melalui badan peradilan yang diajukan oleh pihak yang
merasa dirugikan. Sedangkan terhadap peraturan per-UU-an MA diberikan wewenang
untuk membatalkan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah
dari UU (peraturan Daerah dan Keputusan Kepala daerah dengan sendirinya dapat
dibatalkan).  Selain itu, wewenang
pengawasan represif atas ketetapan berkaitan dengan wewenang Peradilan Tata
Usaha Negara.  UU no 5 tahun 1986
menyebutkan bahwa keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual
dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata.  Ini berarti sama dengan
wewenang pengawasan represif yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang menurut
UU Pemerintahan di daerah.
Dasar pengawasan
represif:
·        
UU no.5 tahun 1974 : dalam hal
bertentangan dengan kepentingan umum, peratutran per-UU-an atau peratutran
daerah tingkat atasnya
·        
UU no. 18 tahun 1965, UU no.1
tahun 1957 dan UU no. 22 tahun 1948 : bertentangan dengan kepentingan umum,
Undang- undang, peraturan pemerintah atau peraturan daerah tingkat atasnya
2.      
Pengawasan Preventif
Pengawasan preventif mengandung prasyarat
agar keputusan daerah dibidang atau yang mengandung sifat tertentu dapat
dijalankan. Salah satu pembatasan adalah dengan cara mengatur atau menentukan
secara pasti jenis atau macam keputusan daerah yang memerlukan pengawasan.
·        
Berkaitan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah
Susunan organisasi pemerintahan daerah
mengandung 2 segi :
1.      
Susunan luar (external
structure): yang menyangkut badan-badan pemerintahan tingkat daerah, seperti
daerah tingkat I,  atau daerah tingkat II
2.      
Susunan dalam (internal
structure):  mengenai alat kelengkapan
pemerintahan daerah, seperti DPR dan Kepala daerah
a.      
Susunan luar
1.      
UU no. 22 tahun 1948 : menyusun
ke dalam Propinsi, kabupaten, dan kota
2.      
UU no. 1 tahun 1957: menyusun
ke dalam Daerah tingkat I,II dan III
3.      
Ketentuan pasal 18 UUD 1945:
daerah indonesia akan terbagi atas daerah besar dan kecil.
b.     
Susunan dalam
Mengenai cara penunjukkan,
kedudukan, fungsi, hubungan dengan alat kelengkapan pemerintahan daerah yang
lain dan hubungan dengan pemerintahan tingkat lebih atas, merupakan indikator,
tempat atau ke arah mana pemerintahan daerah sedang bergerak.
Dalam hubungan antar pusat
dan daerah terdapat 2 pola utama, yaitu:
1.      
Pola susunan yang menunjukkan
kecendrungan ke arah desentralisasi lebih kuat dibandingkan sentralisasi
UU no.1 tahun 1957: susunan terdiri dari DPRD dan DPD.
DPRD adalah alat kelengkapan utama pemerintah daerah. DPD bertanggung jawab
kepada DPRD. Kewenangan mengatur dan mengurus segala urusan rumah tangga pada
dasarnya diletakkan pada DPRD. DPD sebagai penyelenggara pemerintahan
sehari-hari, bertugas antara lain melaksanakan keputusan DPRD.
2.      
Pola susunan yang menunjukkan
kecenderungan ke arah sentralisasi lebih kuat daripada desentralisasi   
Penpres no.6 tahun 1959: susunan diubah menjadi kepala daerah dan
DPRD. Kepala daerah adalah alat kelengkapan utama pemerintahan daerah, bukan
DPRD. Kepala daerah tidak bertanggungjawab kepada DPRD.
·        
Berkaitan dengan hubungan keuangan
Desentralisasi, khususnya otonomi tidak
dapat dipisahkan dari masalah keuangan. Hak mengatur dan mengurus rumah tangga
sendiri, menunjukkan bahwa daerah harus mempunyai sumber-sumber pendapatan
sendiri. Sumber pendapatan asli sendiri yang utama adalah pajak dan retribusi.
Kedua sumber ini sangat tergantung kepada pusat. Sesuai karakteristiknya, urusan
keuangan dimanapun senantiasa dikategorikan sebagai urusan yang diatur dan
diurus oleh pusat. Daerah hanya boleh mengatur dan mengurus sepanjang ada
penyerahan dari pusat yang diatur dan diurus oleh pusat. 
1.      
UU no.22 tahun 1948 : hubungan
keuangan pusat dan daerah harus berada di dalam kerangka menjamin kebebasan
daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangganya.
2.      
UU no. 32 tahun 1956: bahwa
keuangan merupakan salah satu dasar utama untuk melaksanakan otonomi
sebagaimana mestinya
Tujuan daripada UU tsb adalah:
a.      
Memberikan ketentuan sekedar
menjamin keuangan daerah 
b.     
Mendorong kearah penyederhanaan
rumah tangga daerah
c.      
Mendorong daerah untuk
mengintensifkan sumber pendapatan daerah dan mengadakan sumber baru
d.     
Memupuk rasa tanggung jawab
daerah dalam menyelenggarakan rumah tangga daerah
e.     
Supaya daerah lebih leluasa
dalam menjalankan tugasnya  
sumber: Hubungan Pusat dan Daerah (Prof. Dr.Bagir Manan, S.H,M.CL ) 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar