Senin, 12 November 2012



Tugas resume mengenai hubungan pusat dan daerah
Nama: Mega Meirina
NPM: 110110100270

·         Berkaitan dengan tugas pembantuan
Hubungan dalam tugas pembantuan timbul oleh atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Pada intinya, tugas pembantuan adalah melaksanakan perarturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi.  Selain itu tugas pembantuan dalam hal tertentu dapat dijadikan semacam “terminal” menuju “penyerahan penuh” suatu urusan kepada daerah. Dengan kata lain, tugas pembantuan merupakan tahap awal sebagai persiapan menuju kepada penyerahan penuh.
1.       UU no.22 tahun 1948: daerah diserahi tugas untuk menjalankan kewajiban pusat di daerah
2.       UU no. 1 tahun 1957: tugas pembantuan sebagai menjalankan peraturan perundang-undangan
3.       UU no.18 tahun 1965: tugas pembantuan sebagai melaksanakan urusan pusat atau daerah yang lebih atas tingkatannya.
4.       UU no.5 tahun 1974: tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan
Kaitan tugas pembantuan dengan desentralisasi dan hubungan antara pusat dengan daerah seharusnya bertolak dari:
1.       Bagian dari desentralisasi, pertanggungjawaban penyelenggaraan tugas pembantuan adalah tanggung jawab daerag bersangkutan
2.       Dalam tugas pembantuan terdapat unsur otonomi, karena daerah mempunyai sendiri cara melaksanakan tugas pembantuan
3.       Tugas pembantuan sama dengan otonomi, ada unsur “penyerahan”  bukan “penugasan”. Perbedaannya kalau otonomi penyerahan penuh, sedangkan tugas pembantuan penyerahan tidak penuh.

·         Berkaitan dengan bidang pengawasan
1.       Pengawasan represif
Dilaksanakan dalam bentuk penangguhan dan pembatalan
Obyek pengawasan represif :
a)      UU no.1 tahun 1957 dan UU no.22 tahun 1948: Keputusan DPRD atau keputusan DPD
b)      UU no.18 tahun 1965 : Keputusan Pemerintah daerah
c)       UU no.5 tahun 1974: UU lain menyebutkan “keputusan” sebagai obyek pengawasan represif
Pengawasan represif dilakukan atas suatu tindakan konkrit, maupun atas keputusan yang bersifat umum dan keputusan yang individual konkrit (ketetapan/beschikking).  Terhadap tindakan konkrit, dapat dilakukan secara spontan oleh pemegang wewenang pengawasan represif, atau melalui badan peradilan yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan. Sedangkan terhadap peraturan per-UU-an MA diberikan wewenang untuk membatalkan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah dari UU (peraturan Daerah dan Keputusan Kepala daerah dengan sendirinya dapat dibatalkan).  Selain itu, wewenang pengawasan represif atas ketetapan berkaitan dengan wewenang Peradilan Tata Usaha Negara.  UU no 5 tahun 1986 menyebutkan bahwa keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.  Ini berarti sama dengan wewenang pengawasan represif yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang menurut UU Pemerintahan di daerah.
Dasar pengawasan represif:
·         UU no.5 tahun 1974 : dalam hal bertentangan dengan kepentingan umum, peratutran per-UU-an atau peratutran daerah tingkat atasnya
·         UU no. 18 tahun 1965, UU no.1 tahun 1957 dan UU no. 22 tahun 1948 : bertentangan dengan kepentingan umum, Undang- undang, peraturan pemerintah atau peraturan daerah tingkat atasnya

2.       Pengawasan Preventif
Pengawasan preventif mengandung prasyarat agar keputusan daerah dibidang atau yang mengandung sifat tertentu dapat dijalankan. Salah satu pembatasan adalah dengan cara mengatur atau menentukan secara pasti jenis atau macam keputusan daerah yang memerlukan pengawasan.
·         Berkaitan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah
Susunan organisasi pemerintahan daerah mengandung 2 segi :
1.       Susunan luar (external structure): yang menyangkut badan-badan pemerintahan tingkat daerah, seperti daerah tingkat I,  atau daerah tingkat II
2.       Susunan dalam (internal structure):  mengenai alat kelengkapan pemerintahan daerah, seperti DPR dan Kepala daerah
a.       Susunan luar
1.       UU no. 22 tahun 1948 : menyusun ke dalam Propinsi, kabupaten, dan kota
2.       UU no. 1 tahun 1957: menyusun ke dalam Daerah tingkat I,II dan III
3.       Ketentuan pasal 18 UUD 1945: daerah indonesia akan terbagi atas daerah besar dan kecil.
b.      Susunan dalam
Mengenai cara penunjukkan, kedudukan, fungsi, hubungan dengan alat kelengkapan pemerintahan daerah yang lain dan hubungan dengan pemerintahan tingkat lebih atas, merupakan indikator, tempat atau ke arah mana pemerintahan daerah sedang bergerak.
Dalam hubungan antar pusat dan daerah terdapat 2 pola utama, yaitu:
1.       Pola susunan yang menunjukkan kecendrungan ke arah desentralisasi lebih kuat dibandingkan sentralisasi
UU no.1 tahun 1957: susunan terdiri dari DPRD dan DPD. DPRD adalah alat kelengkapan utama pemerintah daerah. DPD bertanggung jawab kepada DPRD. Kewenangan mengatur dan mengurus segala urusan rumah tangga pada dasarnya diletakkan pada DPRD. DPD sebagai penyelenggara pemerintahan sehari-hari, bertugas antara lain melaksanakan keputusan DPRD.
2.       Pola susunan yang menunjukkan kecenderungan ke arah sentralisasi lebih kuat daripada desentralisasi   
Penpres no.6 tahun 1959: susunan diubah menjadi kepala daerah dan DPRD. Kepala daerah adalah alat kelengkapan utama pemerintahan daerah, bukan DPRD. Kepala daerah tidak bertanggungjawab kepada DPRD.

·         Berkaitan dengan hubungan keuangan
Desentralisasi, khususnya otonomi tidak dapat dipisahkan dari masalah keuangan. Hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, menunjukkan bahwa daerah harus mempunyai sumber-sumber pendapatan sendiri. Sumber pendapatan asli sendiri yang utama adalah pajak dan retribusi. Kedua sumber ini sangat tergantung kepada pusat. Sesuai karakteristiknya, urusan keuangan dimanapun senantiasa dikategorikan sebagai urusan yang diatur dan diurus oleh pusat. Daerah hanya boleh mengatur dan mengurus sepanjang ada penyerahan dari pusat yang diatur dan diurus oleh pusat.
1.       UU no.22 tahun 1948 : hubungan keuangan pusat dan daerah harus berada di dalam kerangka menjamin kebebasan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangganya.
2.       UU no. 32 tahun 1956: bahwa keuangan merupakan salah satu dasar utama untuk melaksanakan otonomi sebagaimana mestinya
Tujuan daripada UU tsb adalah:
a.       Memberikan ketentuan sekedar menjamin keuangan daerah
b.      Mendorong kearah penyederhanaan rumah tangga daerah
c.       Mendorong daerah untuk mengintensifkan sumber pendapatan daerah dan mengadakan sumber baru
d.      Memupuk rasa tanggung jawab daerah dalam menyelenggarakan rumah tangga daerah
e.      Supaya daerah lebih leluasa dalam menjalankan tugasnya  
sumber: Hubungan Pusat dan Daerah (Prof. Dr.Bagir Manan, S.H,M.CL )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar