Kasus Posisi
Suatu
Lembaga Penyiaran Swasta yang bergerak di jasa penyiaran Televisi akan
melakukan kepemilikan saham dan Nama Badan hukum termaksud
Permasalahan Hukum
1.    a)
Apakah yang akan dilakukan oleh Lembaga Penyiaran Swasta tersebut diperbolehkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan penyiaran?
b)
Mekanisme seperti apa yang harus dilakukan agar tindakan yang akan dilakukan
oleh Lembaga Penyiaran Swasta tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (dalam arti kepemilikannya dalam izin penyiaran)?
c)
Instansi mana yang berwenang untuk menerima, meneliti dan memberikan keputusan?
Pemeriksaan Dokumen
Berdasarkan
permasalahan hukum diatas, maka sistem aturan yang diterapkan dalam kasus ini
antara lain : 
Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas
Pasal 36
(1)
Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun
dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung
telah
dimiliki
oleh Perseroan.
Pasal 48
(2)
Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan
memperhatikan persyaratan yangditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
52
(5) Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1
(satu) orang, hak yang timbul dari saham
tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama.
Pasal 53
(2) Setiap saham dalam
klasifrkasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama,
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saharn,
anggaran dasar menetapkan salah satu di antaranya sebagai saham biasa.
Pasal 116
Dewan
Komisaris wajib :
b.
melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya
pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain;
serta
pengaturan mengenai pendirian perusahaan dan kekayaan perusahaan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2002 tentang Penyiaran
Pasal 17 
1)    Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(1) didirikan dengan modal awal yang seluruhnya dimiliki oleh warga negara
Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia. 
2)    Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan penambahan dan pengembangan
dalam rangka pemenuhan modal yang berasal dari modal asing, yang jumlahnya
tidak lebih dari 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh modal dan minimum
dimiliki oleh 2 (dua) pemegang saham.
Pasal 18 
1)    Pemusatan
kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu
badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran,
dibatasi.
4)    Ketentuan
lebih lanjut mengenai pembatasan kepemilikan dan penguasaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan pembatasan kepemilikan silang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Pasal 20 
Lembaga
Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing
hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran
pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran.
Pasal 33 
(1)  Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib
memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran. 
(2)  Pemohon izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran
yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
undang-undang ini. 
(3)  Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) berdasarkan minat, kepentingan dan kenyamanan publik. 
(4)   Izin dan perpanjangan izin
penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh negara setelah memperoleh: 
a. masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan
KPI; 
b. rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI; 
c. hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus
untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah; dan 
d. izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh
Pemerintah atas usul KPI. 
(5) Atas dasar hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) huruf c, secara administratif izin penyelenggaraan penyiaran
diberikan oleh Negara melalui KPI. 
(6) Izin penyelenggaraan dan perpanjangan izin
penyelenggaraan penyiaran wajib diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kerja setelah ada kesepakatan dari forum rapat bersama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) huruf c. 
(7) Lembaga penyiaran wajib membayar izin
penyelenggaraan penyiaran melalui kas negara. 
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
persyaratan perizinan penyelenggaraan penyiaran disusun oleh KPI bersama
Pemerintah.
Pasal 34
(1)  Izin penyelenggaraan penyiaran diberikan sebagai berikut: 
a. izin penyelenggaraan penyiaran radio diberikan untuk jangka waktu
5 (lima) tahun; 
b. izin penyelenggaraan penyiaran televisi diberikan untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun. 
(3)  Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga
penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan
dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling
lama 1 (satu) tahun. 
(4)  Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada
pihak lain. 
(5)   Izin penyelenggaraan
penyiaran dicabut karena : 
a. tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan; 
b. melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah
jangkauan siaran yang ditetapkan; 
c. tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (tiga) bulan tanpa
pemberitahuan kepada KPI; 
d. dipindahtangankan kepada pihak lain; 
e. melanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan
persyaratan teknis perangkat penyiaran; atau 
f. melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelah
adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. 
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pasal
26
            Seseorang yang menduduki jabatan
sebagai Direksi atau Komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan
dilarang merangkap menjadi Direksi atau Komisaris pada perusahaan lain, apabila
perusahaan-perusahaan tersebut:
a.    berada
dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
b.    memiliki
keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
c.    secara
bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
Pasal
27
            Pelaku usaha dilarang memiliki saham
mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam
bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa
perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang
sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:
a.    satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
b.     dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu
Peraturan Pemerintah Nomor
50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta
Pasal 4
1)    Sebelum
menyelenggarakan kegiatan, Lembaga Penyiaran Swasta wajib memperoleh izin
penyelenggaraan penyiaran.
2)    Untuk
memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, Pemohon
mengajukan permohonan izin tertulis kepada Menteri melalui KPI, dengan mengisi
formulir yang disediakan dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah ini.
3)    Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat rangkap 2 (dua) masing-masing 1
(satu) berkas untuk Menteri dan 1 (satu) berkas untuk KPI, dengan melampirkan
persyaratan administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran, sebagai
berikut:
a.    Persyaratan
administrasi:
1.    latar
belakang maksud dan tujuan pendirian serta mencantumkan nama, visi, misi, dan
format siaran yang akan diselenggarakan;
2.    akta
pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan badan hukum atau telah
terdaftar pada instansi yang berwenang;
3.    susunan
dan nama pengurus penyelenggara penyiaran;
4.    studi
kelayakan dan rencana kerja;
5.    uraian
tentang aspek permodalan;
6.    uraian
tentang proyeksi pendapatan (revenue) dari iklan dan pendapatan lain
yang sah yang terkait dengan penyelengaraan penyiaran;
7.    daftar
media cetak, Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio, dan/atau Lembaga
Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi yang sudah dimiliki oleh Pemohon;
8.     uraian tentang struktur organisasi mulai dari
unit kerja tertinggi sampai unit kerja terendah, termasuk uraian tata kerja
yang melekat pada setiap unit kerja;
b.    Program
siaran:
1.    uraian
tentang waktu siaran, sumber materi mata acara siaran, khalayak sasaran, dan
daya saing;
2.    persentase
mata acara siaran keseluruhan dan rincian siaran musik, serta pola acara siaran
harian dan mingguan.
c.    Data
teknik penyiaran:
1.    daftar
inventaris sarana dan prasarana yang akan digunakan, termasuk peralatan studio
dan pemancar, jumlah dan jenis studio serta perhitungan biaya investasinya;
2.    gambar
tata ruang studio dan peta lokasi stasiun penyiaran, gambar tata ruang stasiun
pemancar dan peta lokasi stasiun pemancar, serta gambar peta wilayah jangkauan
siaran dan wilayah layanan siarannya;
3.    spesifikasi
teknik dan sistem peralatan yang akan digunakan beserta diagram blok sistem
konfigurasinya;
4.    usulan
saluran frekuensi dan kontur diagram yang diinginkan.
Pasal 5
1)    Setelah menerima berkas surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3), KPI melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan
program siaran sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3) huruf b.
2)    Setelah menerima berkas surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3), Menteri melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan
administrasi dan data teknik penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf a dan huruf c.
3)    Apabila persyaratan dan kelengkapan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) tidak dipenuhi, KPI dan/atau Menteri memberitahukan
secara tertulis kepada Pemohon atau kuasanya agar persyaratan tersebut
dilengkapi paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
diterimanya surat pemberitahuan.
4)    Apabila persyaratan dan kelengkapan permohonan tidak dipenuhi
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemohon dianggap
membatalkan permohonannya atau mengundurkan diri.
5)    Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
dipenuhinya persyaratan dan kelengkapan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3), KPI melakukan evaluasi dengar pendapat dengan Pemohon.
6)    Dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja
terhitung setelah selesai evaluasi dengar pendapat, KPI menerbitkan rekomendasi
kelayakan penyelenggaraan penyiaran dan mengusulkan alokasi dan penggunaan
spektrum frekuensi radio kepada Menteri.
7)    Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja
terhitung sejak diterima rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dan
usulan alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio dari KPI sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), mengundang KPI dan instansi terkait untuk mengadakan
Forum Rapat Bersama.
8)    Menteri dapat meminta penjelasan kepada KPI terhadap permohonan
yang belum memperoleh rekomendasi kelayakan setelah 60 (enam puluh) hari kerja
sejak diterimanya permohonan oleh Menteri.
9)    Forum Rapat Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
diselenggarakan dalam rangka pemberian persetujuan atau penolakan izin
penyelenggaraan penyiaran melalui penilaian bersama terhadap rekomendasi
kelayakan penyelenggaraan penyiaran dan usulan alokasi dan penggunaan spektrum
frekuensi radio dari KPI serta terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3).
10)  Menteri menerbitkan
keputusan persetujuan atau penolakan izin penyelenggaraan penyiaran sesuai
dengan hasil kesepakatan dari Forum Rapat Bersama.
11)  Keputusan persetujuan atau
penolakan izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (10)
wajib diterbitkan oleh Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
ada kesepakatan Forum Rapat Bersama.
12)  Keputusan persetujuan atau
penolakan izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (11)
disampaikan kepada Pemohon melalui KPI.
Pasal 11
1)    Setiap
perubahan nama, domisili, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar Lembaga
Penyiaran Swasta harus terlebih dahulu dilaporkan kepada Menteri sebelum
mendapat pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2)    Setiap
perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dari
pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3)    Lembaga
Penyiaran Swasta dapat mengajukan perubahan lokasi pemancar yang tertera dalam
izin penyelenggaraan penyiarannya kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan.
4)    Lembaga
Penyiaran Swasta dapat mengajukan perubahan alokasi dan penggunaan frekuensi
yang tertera dalam izin penyelenggaraan penyiarannya kepada Menteri untuk
mendapatkan izin.
5)    Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari
KPI.
6)    Untuk
menerbitkan persetujuan dan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat
(4), Pemohon mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan mengisi
formulir yang disediakan dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah ini.
7)    Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan, perubahan lokasi pemancar serta
alokasi dan penggunaan frekuensi Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 28
1)    Setiap
perubahan kepemilikan saham Lembaga Penyiaran Swasta yang dilakukan melalui
investasi secara langsung dan menyebabkan perubahan kepemilikan saham mayoritas
atau paling sedikit 5% (lima perseratus) dari total modal yang ditempatkan dan
disetor penuh wajib dilaporkan oleh Lembaga Penyiaran Swasta kepada Menteri
paling lambat 7 (tujuh) hari sejak terjadinya perubahan.
Pasal 32
1)    Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa
penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu
wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia
dibatasi sebagai berikut:
a.    1 (satu) badan hukum paling banyak memiliki 2 (dua) izin
penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran televisi, yang berlokasi di 2 (dua)
provinsi yang berbeda;
b.     paling banyak memiliki
saham sebesar 100% (seratus perseratus) pada badan hukum ke-1 (kesatu);
c.    paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan
perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua);
d.    paling banyak memiliki saham sebesar 20% (dua puluh perseratus)
pada badan hukum ke-3 (ketiga);
e.    paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) pada
badan hukum ke-4 (keempat) dan seterusnya;
f.      badan hukum sebagaimana
dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, berlokasi di beberapa
wilayah provinsi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
2)    Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan saham sebesar 100%
(seratus perseratus) untuk Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi
yang berada di daerah perbatasan wilayah nasional dan/atau daerah terpencil.
3)    Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan saham lebih dari 49%
(empat puluh sembilan perseratus) dan paling banyak 90% (sembilan puluh
perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua) dan seterusnya hanya untuk Lembaga
Penyiaran Swasta yang telah mengoperasikan sampai dengan jumlah stasiun relai
yang dimilikinya sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
4)    Kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa saham yang dimiliki oleh paling sedikit 2 (dua) orang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau
kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan informasi
masyarakat.
Pasal 71
1)    Pemusatan
kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu
badan hukum, yang sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah memiliki
Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio lebih dari satu, atau Lembaga
Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi lebih dari satu, atau Lembaga
Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran Swasta jasa
penyiaran televisi, atau Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan
Lembaga Penyiaran Berlangganan, atau Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran
radio dan media cetak, atau Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi
dan Lembaga Penyiaran Berlangganan, atau Lembaga Penyiaran Swasta jasa
penyiaran televisi dan media cetak, harus melaporkan kepemilikannya kepada
Menteri.
Analisis 
a)   
Diperbolehkan, pengalihan saham perseroan yang demikian dapat dibenarkan
sepanjang tidak melebihi batas kepemilikan dan penguasaan LPS sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
            Dalam
pendirian suatu Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT), sama sekali tidak terdapat larangan mengenai
susunan anggota Direksi (Board of Directors) yang sama dengan PT lain
yang telah didirikan sebelumnya, baik yang belum ataupun telah memperoleh
status Badan Hukumnya. Dengan kata lain, UUPT memperkenankannya. Begitu juga UU
No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), sama sekali tidak
melarangnya.
            Perlu
pula diketahui bahwa berdasarkan pasal 18 UU No. 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran (UU Penyiaran) pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran
Swasta (baik di satu wilayah siaran atau di beberapa wilayah siaran) sama
sekali tidak dilarang dan hanya "dibatasi". 
            Kemudian,
berdasarkan peraturan pelaksanaannya, yaitu PP No. 50 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (PP 50/2005), khusus dalam
bidang jasa penyiaran televisi misalnya, tegas dinyatakan atas Lembaga Penyiaran
Swasta jasa penyiaran televisi seseorang atau suatu Badan Hukum boleh memiliki saham
dengan adanya pembatasan didalam Pasal 32 berjenjang, untuk badan hukum ke-1
100%, badan hukum kedua 49 %, badan hukum ketiga 20% serta badan hukum ke-4 dan
seterusnya 5% yang badan hukum tersebut berlokasi di beberapa provinsi yang
tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini menurut pasal 27 UU Anti monopoli untuk
mengantisipasi Adanya Persaingan tidak sehat
            Oleh
karena itu, khusus dalam bidang penyiaran, Pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 Tahun
1999) tidak dapat diterapkan. Di dalam pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999 terdapat
larangan bagi direksi atau komisaris untuk merangkap jabatan sebagai direksi
atau komisaris di perusahaan lain yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan azas "lex specialis
derogat lex generalis" (hukum khusus mengesampingkan hukum umum),
aturan mengenai posisi dominan telah diatur secara tersendiri oleh UU Penyiaran
juncto PP 50/2005. Terdapat perbedaan aturan antara pembatasan
kepemilikan yang dimaksudkan UU Penyiaran dengan UU Anti Monopoli.
            Bentuk
pembatasan yang terkandung dalam Pasal 18 ayat (1) UU Penyiaran, Mudzakkir
menyatakan meliputi 2 bentuk pembatasan, yakni:
1. Pembatasan berdasarkan hukum
administrasi negara yakni pembatasan mengenai pemusatan kepemilikan dan
penguasaan LPS oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah
siaran
2. Pembatasan berdasarkan hukum perseroan
(hukum keperdataan/hukum bisnis) yaitu tidak dapat melakukan monopoli dalam
penyiaran dengan mendasarkan kepada UU Anti Monopoli.
Pasal 18 ayat (4) UU Penyiaran telah
tegas menyebutkan bahwa ketentuan pembatasan kepemilikan dan penguasaan oleh
satu orang atau badan hukum disusun oleh pemerintah dan pemerintah telah
mengaturnya dalam pasal 32 PP Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan
Lembaga Penyiaran Swasta. Pembatasan inilah yang merupakan penjelmaan atas
prinsip diversity of ownership.
            Berdasarkan
pasal 16 ayat (1) UU Penyiaran, disebutkan bahwa LPS adalah lembaga yang
bersifat komersial dan berbentuk badan hukum Indonesia. Sehingga sebagai sebuah
badan hukum, LPS terikat pula ketentuan pada ketentuan UU PT yang secara tegas
memisahkan antara kekayaan badan hukum dengan kekayaan pemegang saham. IPP yang
dimiliki oleh LPS adalah kekayaan atau aset dari badan hukum LPS tersebut dan
tidak melekat pada pemegang saham, kepemilikan atas IPP tidak berubah,
melainkan tetap merupakan milik badan hukum LPS bersangkutan dan tidak beralih
pada badan hukum lain.  
b)                Pengalihan
saham tidak menyebabkan beralih atau berpindahtangannya IPP. Karena IPP tetap
dimiliki oleh badan hukum LPS yang bersangkutan. Dalam rezim hukum perseroan
terbatas, terdapat pemisahan secara tegas antara kekayaan badan hukum dengan
kekayaan pemegang sahamnya. Hal ini berarti, IPP yang dimiliki oleh LPS
merupakan kekayaan/aset dari badan hukum lembaga penyiaran tersebut dan tidak
melekat pada pemegang saham.
            Mekanisme yang harus dilakukan dalam
hal kepemilikan izin penyelenggaraan penyiaran terdapat di dalam Pasal 4 dan
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran
Swasta. Yang permohonannya diajukan kepada Menteri melalui KPI dengan
melampirkan persyaratan administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran.
            Pemusatan kepemilikan dan penguasaan
Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang atau 1
(satu) badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah
siaran, di seluruh wilayah Indonesia dibatasi. Baik orang perorangan maupun per
badan hukum hanya dibolehkan memiliki dua Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan
harus pula berada di dua provinsi yang berbeda. Komposisi kepemilikan saham
(dapat) 100 persen untuk badan hukum yang pertama dan paling banyak 49 persen
untuk badan hukum kedua, paling banyak 20 persen untuk badan hukum ketiga,
paling banyak 5 persen untuk badan hukum keempat dan seterusnya. Itu pun badan
hukum-badan hukum tersebut berlokasi di beberapa provinsi yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia.
            Untuk memperoleh IPP setiap lembaga
penyiaran televisi harus melalui prosedur tahapan dan perizinan sebagaimana
diatur dalam pasal 33 UU Penyiaran dan peraturan pelaksananya. Dalam proses
untuk memperoleh izin frekuensi dan IPP tersebut, lembaga penyiaran televisi
wajib melalui tahapan-tahapan mulai dari evaluasi dengar pendapat, sampai
dengan uji coba siaran. Dimana seluruh proses tersebut melibatkan :
1.
Pihak KPI pusat dan atau daerah untuk menilai content/isi siaran yang diajukan
oleh LP televisi
2.
Kementrian Komunikasi dan Informatika untuk penilaian aspek administrasi dan
teknis
3.
Masukan-masukan dari masyarakat setempat 
c)    Instansi
yang berwenang untuk menerima berkas dari pemohon adalah Menteri melalui KPI.
KPI juga berwenang untuk meneliti kelengkapan pemohon dan yang nantinya akan
disampaikan kepada Menteri. Berdasarkan rekomendasi dari KPI dalam forum rapat
bersama, Menteri mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan. Dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah
Nomor 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta, Menteri disini berperan
sebagai pejabat administrasi Negara yang ruang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang komunikasi dan informatika termasuk di dalamnya pengaturan
di bidang penyiaran dan spektrum frekuensi radio untuk keperluan
penyelenggaraan penyiaran radio dan televisi.
Kesimpulan dan Rekomendasi
A.  
Kesimpulan
            Dengan melihat aturan yang ada,
kepemilikan saham diperbolehkan dengan adanya pembatasan, pembatasan tersebut
dijelaskan harus sesuai dengan ketentuan 
peraturan perundang-undangan.
            Terkait mekanisme kepemilikan izin
penyiaran terdapat didalam pengaturan pasal 4 dan 5 PP Nomor 50 Tahun 2005
tentang Lembaga Penyiaran Swasta yang memuat tentang tata cara perizinan dan
persyaratan pemilikan IPP. Dalam rezim hukum perseroan terbatas terdapat
pemisahan secara tegas antara kekayaan badan hukum dengan kekayaan pemegang
sahamnya. Hal ini berarti IPP yang dimiliki LPS merupakan kekayaan/aset dari
badan hukum lembaga penyiaran tersebut dan tidak melekat pada pemegang saham.
Dengan demikian tidak dapat ditafsirkan bahwa dengan terjadinya perubahan
pemegang saham, maka telah terjadi pula pemindahtanganan IPP. Oleh karena itu,
perubahan kepemilikan saham tidak melanggar ketentuan Pasal 34 ayat (4) UU
Penyiaran.  
            Instansi yang berwenang untuk
menerima berkas dari pemohon adalah Menteri melalui KPI. KPI juga berwenang
untuk meneliti kelengkapan pemohon dan yang nantinya akan disampaikan kepada
Menteri.  
B.   Rekomendasi
                        Disarankan
seluruh lembaga penyiaran di Indonesia agar
menaati peraturan yang berlaku, tidak membuat tafsir atas Undang Undang yang
melanggar hukum dan menjauhi bisnis penyiaran yang merugikan kepentingan negara
dan masyarakat.
                        Serta, meminta pemerintah dan
regulator penyiaran agar mengambil         tindakan
tegas dan adil untuk menghentikan praktik pelanggaran UU Penyiaran   dan pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran
yang melanggar aturan,     sebelum
menghadapi tuntutan hukum masyarakat.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar