Rabu, 13 Mei 2015

Legal Opinion Kasus Lembaga Penyiaran Swasta

Kasus Posisi
Suatu Lembaga Penyiaran Swasta yang bergerak di jasa penyiaran Televisi akan melakukan kepemilikan saham dan Nama Badan hukum termaksud
Permasalahan Hukum
1.    a) Apakah yang akan dilakukan oleh Lembaga Penyiaran Swasta tersebut diperbolehkan berdasarkan peraturan perundang-undangan penyiaran?
b) Mekanisme seperti apa yang harus dilakukan agar tindakan yang akan dilakukan oleh Lembaga Penyiaran Swasta tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan (dalam arti kepemilikannya dalam izin penyiaran)?
c) Instansi mana yang berwenang untuk menerima, meneliti dan memberikan keputusan?
Pemeriksaan Dokumen
Berdasarkan permasalahan hukum diatas, maka sistem aturan yang diterapkan dalam kasus ini antara lain :
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Pasal 36
(1) Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah
dimiliki oleh Perseroan.



Pasal 48
(2) Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yangditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 52
(5) Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dari saham tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama.
Pasal 53
(2) Setiap saham dalam klasifrkasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama,
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saharn, anggaran dasar menetapkan salah satu di antaranya sebagai saham biasa.
Pasal 116
Dewan Komisaris wajib :
b. melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain;

serta pengaturan mengenai pendirian perusahaan dan kekayaan perusahaan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Pasal 17
1)    Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) didirikan dengan modal awal yang seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
2)    Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan penambahan dan pengembangan dalam rangka pemenuhan modal yang berasal dari modal asing, yang jumlahnya tidak lebih dari 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh modal dan minimum dimiliki oleh 2 (dua) pemegang saham.

Pasal 18
1)    Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi.
4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan kepemilikan dan penguasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pembatasan kepemilikan silang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Pasal 20
Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran.
Pasal 33
(1)  Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.
(2)  Pemohon izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
(3)  Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan minat, kepentingan dan kenyamanan publik.
(4)   Izin dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh negara setelah memperoleh:
a. masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan KPI;
b. rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI;
c. hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah; dan
d. izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh Pemerintah atas usul KPI.

(5) Atas dasar hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c, secara administratif izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh Negara melalui KPI.
(6) Izin penyelenggaraan dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran wajib diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ada kesepakatan dari forum rapat bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c.
(7) Lembaga penyiaran wajib membayar izin penyelenggaraan penyiaran melalui kas negara.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan perizinan penyelenggaraan penyiaran disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Pasal 34
(1)  Izin penyelenggaraan penyiaran diberikan sebagai berikut:
a. izin penyelenggaraan penyiaran radio diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun;
b. izin penyelenggaraan penyiaran televisi diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.
(3)  Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 (satu) tahun.
(4)  Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain.
(5)   Izin penyelenggaraan penyiaran dicabut karena :
a. tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan;
b. melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan siaran yang ditetapkan;
c. tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (tiga) bulan tanpa pemberitahuan kepada KPI;
d. dipindahtangankan kepada pihak lain;
e. melanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran; atau
f. melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.






Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pasal 26
            Seseorang yang menduduki jabatan sebagai Direksi atau Komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi Direksi atau Komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut:
a.    berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
b.    memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
c.    secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 27
            Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:
a.    satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
b.     dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu


Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta
Pasal 4
1)    Sebelum menyelenggarakan kegiatan, Lembaga Penyiaran Swasta wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.
2)    Untuk memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, Pemohon mengajukan permohonan izin tertulis kepada Menteri melalui KPI, dengan mengisi formulir yang disediakan dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.
3)    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat rangkap 2 (dua) masing-masing 1 (satu) berkas untuk Menteri dan 1 (satu) berkas untuk KPI, dengan melampirkan persyaratan administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran, sebagai berikut:
a.    Persyaratan administrasi:
1.    latar belakang maksud dan tujuan pendirian serta mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan;
2.    akta pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan badan hukum atau telah terdaftar pada instansi yang berwenang;
3.    susunan dan nama pengurus penyelenggara penyiaran;
4.    studi kelayakan dan rencana kerja;
5.    uraian tentang aspek permodalan;
6.    uraian tentang proyeksi pendapatan (revenue) dari iklan dan pendapatan lain yang sah yang terkait dengan penyelengaraan penyiaran;
7.    daftar media cetak, Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio, dan/atau Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi yang sudah dimiliki oleh Pemohon;
8.     uraian tentang struktur organisasi mulai dari unit kerja tertinggi sampai unit kerja terendah, termasuk uraian tata kerja yang melekat pada setiap unit kerja;
b.    Program siaran:
1.    uraian tentang waktu siaran, sumber materi mata acara siaran, khalayak sasaran, dan daya saing;
2.    persentase mata acara siaran keseluruhan dan rincian siaran musik, serta pola acara siaran harian dan mingguan.
c.    Data teknik penyiaran:
1.    daftar inventaris sarana dan prasarana yang akan digunakan, termasuk peralatan studio dan pemancar, jumlah dan jenis studio serta perhitungan biaya investasinya;
2.    gambar tata ruang studio dan peta lokasi stasiun penyiaran, gambar tata ruang stasiun pemancar dan peta lokasi stasiun pemancar, serta gambar peta wilayah jangkauan siaran dan wilayah layanan siarannya;
3.    spesifikasi teknik dan sistem peralatan yang akan digunakan beserta diagram blok sistem konfigurasinya;
4.    usulan saluran frekuensi dan kontur diagram yang diinginkan.
Pasal 5
1)    Setelah menerima berkas surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), KPI melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan program siaran sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b.
2)    Setelah menerima berkas surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Menteri melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan administrasi dan data teknik penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf c.
3)    Apabila persyaratan dan kelengkapan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) tidak dipenuhi, KPI dan/atau Menteri memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau kuasanya agar persyaratan tersebut dilengkapi paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan.
4)    Apabila persyaratan dan kelengkapan permohonan tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemohon dianggap membatalkan permohonannya atau mengundurkan diri.
5)    Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dipenuhinya persyaratan dan kelengkapan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), KPI melakukan evaluasi dengar pendapat dengan Pemohon.
6)    Dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung setelah selesai evaluasi dengar pendapat, KPI menerbitkan rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dan mengusulkan alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio kepada Menteri.
7)    Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterima rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dan usulan alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio dari KPI sebagaimana dimaksud pada ayat (6), mengundang KPI dan instansi terkait untuk mengadakan Forum Rapat Bersama.
8)    Menteri dapat meminta penjelasan kepada KPI terhadap permohonan yang belum memperoleh rekomendasi kelayakan setelah 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan oleh Menteri.
9)    Forum Rapat Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diselenggarakan dalam rangka pemberian persetujuan atau penolakan izin penyelenggaraan penyiaran melalui penilaian bersama terhadap rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dan usulan alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio dari KPI serta terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).
10)  Menteri menerbitkan keputusan persetujuan atau penolakan izin penyelenggaraan penyiaran sesuai dengan hasil kesepakatan dari Forum Rapat Bersama.
11)  Keputusan persetujuan atau penolakan izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (10) wajib diterbitkan oleh Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ada kesepakatan Forum Rapat Bersama.
12)  Keputusan persetujuan atau penolakan izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (11) disampaikan kepada Pemohon melalui KPI.

Pasal 11
1)    Setiap perubahan nama, domisili, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar Lembaga Penyiaran Swasta harus terlebih dahulu dilaporkan kepada Menteri sebelum mendapat pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2)    Setiap perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3)    Lembaga Penyiaran Swasta dapat mengajukan perubahan lokasi pemancar yang tertera dalam izin penyelenggaraan penyiarannya kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan.
4)    Lembaga Penyiaran Swasta dapat mengajukan perubahan alokasi dan penggunaan frekuensi yang tertera dalam izin penyelenggaraan penyiarannya kepada Menteri untuk mendapatkan izin.
5)    Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari KPI.
6)    Untuk menerbitkan persetujuan dan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Pemohon mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan mengisi formulir yang disediakan dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.
7)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan, perubahan lokasi pemancar serta alokasi dan penggunaan frekuensi Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 28
1)    Setiap perubahan kepemilikan saham Lembaga Penyiaran Swasta yang dilakukan melalui investasi secara langsung dan menyebabkan perubahan kepemilikan saham mayoritas atau paling sedikit 5% (lima perseratus) dari total modal yang ditempatkan dan disetor penuh wajib dilaporkan oleh Lembaga Penyiaran Swasta kepada Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari sejak terjadinya perubahan.

Pasal 32
1)    Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia dibatasi sebagai berikut:
a.    1 (satu) badan hukum paling banyak memiliki 2 (dua) izin penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran televisi, yang berlokasi di 2 (dua) provinsi yang berbeda;
b.     paling banyak memiliki saham sebesar 100% (seratus perseratus) pada badan hukum ke-1 (kesatu);
c.    paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua);
d.    paling banyak memiliki saham sebesar 20% (dua puluh perseratus) pada badan hukum ke-3 (ketiga);
e.    paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) pada badan hukum ke-4 (keempat) dan seterusnya;
f.      badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, berlokasi di beberapa wilayah provinsi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
2)    Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan saham sebesar 100% (seratus perseratus) untuk Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi yang berada di daerah perbatasan wilayah nasional dan/atau daerah terpencil.
3)    Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan saham lebih dari 49% (empat puluh sembilan perseratus) dan paling banyak 90% (sembilan puluh perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua) dan seterusnya hanya untuk Lembaga Penyiaran Swasta yang telah mengoperasikan sampai dengan jumlah stasiun relai yang dimilikinya sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
4)    Kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa saham yang dimiliki oleh paling sedikit 2 (dua) orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan informasi masyarakat.

Pasal 71
1)    Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, yang sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah memiliki Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio lebih dari satu, atau Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi lebih dari satu, atau Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi, atau Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran Berlangganan, atau Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan media cetak, atau Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi dan Lembaga Penyiaran Berlangganan, atau Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi dan media cetak, harus melaporkan kepemilikannya kepada Menteri.

Analisis
a)    Diperbolehkan, pengalihan saham perseroan yang demikian dapat dibenarkan sepanjang tidak melebihi batas kepemilikan dan penguasaan LPS sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
            Dalam pendirian suatu Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), sama sekali tidak terdapat larangan mengenai susunan anggota Direksi (Board of Directors) yang sama dengan PT lain yang telah didirikan sebelumnya, baik yang belum ataupun telah memperoleh status Badan Hukumnya. Dengan kata lain, UUPT memperkenankannya. Begitu juga UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), sama sekali tidak melarangnya.
            Perlu pula diketahui bahwa berdasarkan pasal 18 UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta (baik di satu wilayah siaran atau di beberapa wilayah siaran) sama sekali tidak dilarang dan hanya "dibatasi".
            Kemudian, berdasarkan peraturan pelaksanaannya, yaitu PP No. 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (PP 50/2005), khusus dalam bidang jasa penyiaran televisi misalnya, tegas dinyatakan atas Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi seseorang atau suatu Badan Hukum boleh memiliki saham dengan adanya pembatasan didalam Pasal 32 berjenjang, untuk badan hukum ke-1 100%, badan hukum kedua 49 %, badan hukum ketiga 20% serta badan hukum ke-4 dan seterusnya 5% yang badan hukum tersebut berlokasi di beberapa provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini menurut pasal 27 UU Anti monopoli untuk mengantisipasi Adanya Persaingan tidak sehat
            Oleh karena itu, khusus dalam bidang penyiaran, Pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 Tahun 1999) tidak dapat diterapkan. Di dalam pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999 terdapat larangan bagi direksi atau komisaris untuk merangkap jabatan sebagai direksi atau komisaris di perusahaan lain yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan azas "lex specialis derogat lex generalis" (hukum khusus mengesampingkan hukum umum), aturan mengenai posisi dominan telah diatur secara tersendiri oleh UU Penyiaran juncto PP 50/2005. Terdapat perbedaan aturan antara pembatasan kepemilikan yang dimaksudkan UU Penyiaran dengan UU Anti Monopoli.
            Bentuk pembatasan yang terkandung dalam Pasal 18 ayat (1) UU Penyiaran, Mudzakkir menyatakan meliputi 2 bentuk pembatasan, yakni:
1. Pembatasan berdasarkan hukum administrasi negara yakni pembatasan mengenai pemusatan kepemilikan dan penguasaan LPS oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran
2. Pembatasan berdasarkan hukum perseroan (hukum keperdataan/hukum bisnis) yaitu tidak dapat melakukan monopoli dalam penyiaran dengan mendasarkan kepada UU Anti Monopoli.
Pasal 18 ayat (4) UU Penyiaran telah tegas menyebutkan bahwa ketentuan pembatasan kepemilikan dan penguasaan oleh satu orang atau badan hukum disusun oleh pemerintah dan pemerintah telah mengaturnya dalam pasal 32 PP Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta. Pembatasan inilah yang merupakan penjelmaan atas prinsip diversity of ownership.
            Berdasarkan pasal 16 ayat (1) UU Penyiaran, disebutkan bahwa LPS adalah lembaga yang bersifat komersial dan berbentuk badan hukum Indonesia. Sehingga sebagai sebuah badan hukum, LPS terikat pula ketentuan pada ketentuan UU PT yang secara tegas memisahkan antara kekayaan badan hukum dengan kekayaan pemegang saham. IPP yang dimiliki oleh LPS adalah kekayaan atau aset dari badan hukum LPS tersebut dan tidak melekat pada pemegang saham, kepemilikan atas IPP tidak berubah, melainkan tetap merupakan milik badan hukum LPS bersangkutan dan tidak beralih pada badan hukum lain. 
b)                Pengalihan saham tidak menyebabkan beralih atau berpindahtangannya IPP. Karena IPP tetap dimiliki oleh badan hukum LPS yang bersangkutan. Dalam rezim hukum perseroan terbatas, terdapat pemisahan secara tegas antara kekayaan badan hukum dengan kekayaan pemegang sahamnya. Hal ini berarti, IPP yang dimiliki oleh LPS merupakan kekayaan/aset dari badan hukum lembaga penyiaran tersebut dan tidak melekat pada pemegang saham.
            Mekanisme yang harus dilakukan dalam hal kepemilikan izin penyelenggaraan penyiaran terdapat di dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta. Yang permohonannya diajukan kepada Menteri melalui KPI dengan melampirkan persyaratan administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran.
            Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia dibatasi. Baik orang perorangan maupun per badan hukum hanya dibolehkan memiliki dua Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan harus pula berada di dua provinsi yang berbeda. Komposisi kepemilikan saham (dapat) 100 persen untuk badan hukum yang pertama dan paling banyak 49 persen untuk badan hukum kedua, paling banyak 20 persen untuk badan hukum ketiga, paling banyak 5 persen untuk badan hukum keempat dan seterusnya. Itu pun badan hukum-badan hukum tersebut berlokasi di beberapa provinsi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
            Untuk memperoleh IPP setiap lembaga penyiaran televisi harus melalui prosedur tahapan dan perizinan sebagaimana diatur dalam pasal 33 UU Penyiaran dan peraturan pelaksananya. Dalam proses untuk memperoleh izin frekuensi dan IPP tersebut, lembaga penyiaran televisi wajib melalui tahapan-tahapan mulai dari evaluasi dengar pendapat, sampai dengan uji coba siaran. Dimana seluruh proses tersebut melibatkan :
1. Pihak KPI pusat dan atau daerah untuk menilai content/isi siaran yang diajukan oleh LP televisi
2. Kementrian Komunikasi dan Informatika untuk penilaian aspek administrasi dan teknis
3. Masukan-masukan dari masyarakat setempat 
c)    Instansi yang berwenang untuk menerima berkas dari pemohon adalah Menteri melalui KPI. KPI juga berwenang untuk meneliti kelengkapan pemohon dan yang nantinya akan disampaikan kepada Menteri. Berdasarkan rekomendasi dari KPI dalam forum rapat bersama, Menteri mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta, Menteri disini berperan sebagai pejabat administrasi Negara yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang komunikasi dan informatika termasuk di dalamnya pengaturan di bidang penyiaran dan spektrum frekuensi radio untuk keperluan penyelenggaraan penyiaran radio dan televisi.

Kesimpulan dan Rekomendasi
A.   Kesimpulan
            Dengan melihat aturan yang ada, kepemilikan saham diperbolehkan dengan adanya pembatasan, pembatasan tersebut dijelaskan harus sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan.
            Terkait mekanisme kepemilikan izin penyiaran terdapat didalam pengaturan pasal 4 dan 5 PP Nomor 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta yang memuat tentang tata cara perizinan dan persyaratan pemilikan IPP. Dalam rezim hukum perseroan terbatas terdapat pemisahan secara tegas antara kekayaan badan hukum dengan kekayaan pemegang sahamnya. Hal ini berarti IPP yang dimiliki LPS merupakan kekayaan/aset dari badan hukum lembaga penyiaran tersebut dan tidak melekat pada pemegang saham. Dengan demikian tidak dapat ditafsirkan bahwa dengan terjadinya perubahan pemegang saham, maka telah terjadi pula pemindahtanganan IPP. Oleh karena itu, perubahan kepemilikan saham tidak melanggar ketentuan Pasal 34 ayat (4) UU Penyiaran. 
            Instansi yang berwenang untuk menerima berkas dari pemohon adalah Menteri melalui KPI. KPI juga berwenang untuk meneliti kelengkapan pemohon dan yang nantinya akan disampaikan kepada Menteri. 
B.   Rekomendasi
                        Disarankan seluruh lembaga penyiaran di Indonesia agar menaati peraturan yang berlaku, tidak membuat tafsir atas Undang Undang yang melanggar hukum dan menjauhi bisnis penyiaran yang merugikan kepentingan negara dan masyarakat.
                        Serta, meminta pemerintah dan regulator penyiaran agar mengambil         tindakan tegas dan adil untuk menghentikan praktik pelanggaran UU Penyiaran   dan pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran yang melanggar aturan,     sebelum menghadapi tuntutan hukum masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar