Selasa, 07 Mei 2013

Tugas Kuliah : EFEKTIVITAS PENYALURAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)



TUGAS KELOMPOK
KAPITA SELEKTA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
(TEMA : PENDIDIKAN)

EFEKTIVITAS PENYALURAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)


Disusun Oleh :
Indra Rangganis                110110100241
Thitien Setyaningsih         110110100245
Nadya Meta Puspita         110110100247
Wulan Kartikasari             110110100252
Nina Y Pardosi                 110110100255
Aninditha Byantara M      110110100263
Aisyah Ramadhania          110110100265
Mega Meirina                    110110100270
Kelas : C

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN AJARAN 2012/2013



KATA PENGANTAR
Salam  damai sejahtera,
            Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan karuniaNya, makalah ini bisa terselesaikan. Penulis membuat makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Hukum Administrasi Negara.
            Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, untuk segala dukungan dan cinta kasih yang diberikan, kepada dosen mata kuliah Kapita Selekta Hukum Administrasi Negara, Dr. Zainal Muttaqin,. S.H., M.H. dan Santi Hapsari Dewi Adikencana, S.H., M.H. yang telah memberikan ilmu dan pengajaran dalam materi ini, serta tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini, tanpa rekan-rekan sekalian, mungkin penulis tidak dapat meyelesaikan makalah ini.
            Sangat besar harapan penulis agar makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Tentu saja penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Penulis juga dengan rendah hati menerima sebanyak-banyaknya kritik dan saran dari para pembaca sehingga penulis dapat membuat makalah yang lebih baik lagi di masa mendatang. Terima kasih.

                                                                                                           Bandung, April 2013

                                                                                                                              Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Meningkatnya kebutuhan dalam bidang pendidikan telah mendorong pemerintah Indonesia untuk menyalurkan berbagai bantuan demi keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, salah satunya adalah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dana bantuan operasional Sekolah (BOS) ini merupakan dana bantuan pemerintah di bidang pendidikan yang diperuntukkan bagi setiap sekolah tingkat dasar di Indonesia dengan tujuan untuk meminimalisasi beban biaya pendidikan demi tuntasnya program “Wajib belajar sembilan tahun yang bermutu.”[1]
Berkaitan dengan ini, secara khusus seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar negeri maupun sekolah swasta bebas dari beban biaya operasional sekolah. Yaitu seluruh siswa di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri yang dibebaskan dari biaya operasional sekolah, kecuali Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Salah satu indikator penuntasan program Wajib Belajar 9 Tahun dapat diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP.  Pada tahun 2005  APK SD telah mencapai 115%, sedangkan SMP pada tahun 2009 telah mencapai 98,11%, sehingga program wajar 9 tahun telah tuntas 7 tahun lebih awal dari target deklarasi Education For All (EFA) di Dakar.
Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah berperan secara signifikan dalam percepatan pencapaian program wajar 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun 2009 pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program BOS, dari perluasan akses menuju peningkatan kualitas.
Namun dengan adanya kebijakan dana BOS ini bukan berarti turut berhentinya permasalahan pendidikan di Indonesia, dalam kenyataan yang terjadi, masih dapat kita temukan berbagai kendala dalam penyaluran dan realisasi dana BOS. Berbagai masalah muncul terkait dengan adanya berbagai kasus penyelewengan dana BOS, dan mengenai ketidakefektifan pengelolan dana BOS oleh pemerintah.
Terkadang sistem yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia terkait dana BOS ini pun turut menjadi bumerang dan sering mnghadirkan berbagai masalah baru. Pada tahun 2012 Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalami perubahan mekanisme penyaluran dan. Pada tahun anggaran 2011  penyaluran dana BOS dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah kabupaten/kota dalam bentuk Dana Penyesuaian untuk Bantuan Operasional Sekolah, mulai tahun anggaran 2012 dana BOS disalurkan dengan mekanisme yang sama tetapi melalui pemerintah provinsi.
Selain itu pun pribadi dan budaya manusia Indonesia juga ikut member pengaruh terhadap penyelewengan dan ketidakefektifan pengelolaan dana BOS di Indonesia. Untuk itu kami berusaha mempelajari tentang dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ini serta mencari setiap kendala dan kasus yang terkait untuk berusaha mencari solusi dari setiap kendala-kendala tersebut.

B.     Identifikasi Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam makalah ini, kami menyusun bebrapa rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini, rumusan terseut diantaranya :
1.      Bagaimanakah penyelenggaraan penyaluran dana BOS di masyarakat dan permasalahan apa yang muncul dalam pelaksanaannya?
2.      Bagaimana efektivitas diselenggarakannya penyaluran dana BOS terhadap masyarakat (siswa sekolah)?

C.     Tujuan Penulisan
Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk :
1. Mengetahui pengertian dan landasan-landasan umum program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
2. Agar dapat mengetahui bagaimana realisasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
4. Agar dapat mempelajari kasus-kasus yang terjadi di dunia pendidikan yang muncul di lapangan yang terkait dengan pelaksanaan penyaluran dana BOS.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Pengertian BOS
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009, standar biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan.
BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS. 
Landasan Hukum BOS
Landasan hukum kebijakan penyaluran dan pengelolaan dana BOS Tahun 2012 antara lain:
  1. Peraturan Menteri Keuangan No. 201/PMK.07/2011 tentang Pedoman Umum  dan Alokasi BOS Tahun Anggaran  2012
  2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 51/2011 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS  dan Laporan Keuangan BOS Tahun Anggaran 2012
  3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan BOS
Tujuan Bantuan Operasional Sekolah
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.
Secara khusus program BOS bertujuan untuk:
1.      Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih;
2.      Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta;
3.      Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
Sasaran Program dan Besar Bantuan
Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk SMP (SMPT) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B tidak termasuk sasaran dari program BOS ini.
Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah  pada tahun anggaran 2012, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan:
  1. SD/SDLB                               :    Rp 580.000,-/siswa/tahun
  2. SMP/SMPLB/SMPT               :    Rp 710.000,-/siswa/tahun
Waktu Penyaluran Dana
Tahun anggaran 2012, dana BOS akan diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari sampai Desember 2012, yaitu semester 2 tahun pelajaran 2011/2012 dan semester 1 tahun pelajaran 2012/2013. Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan, yaitu periode Januari-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-Desember. Khusus untuk sekolah di daerah terpencil, penyaluran dana BOS dilakukan 6 bulanan. Penetapan daerah terpencil dilakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan  secara khusus, atas usulan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.


Mekanisme Penyaluran Dana BOS
http://datakesra.menkokesra.go.id/sites/default/files/styles/large/public/pendidikan_images/mekanisme%20penyaluran%20BOS.jpg
Mekanisme penyaluran dana BOS dilakukan dengan harmonisasi perundang-undangan seperti peraturan menteri dan peraturan pemerintah terkait antara lain permendagri yang mengatur hibah untuk sekolah negeri. Kemudian sosialisasi kepada pemerintah provinsi untuk menyalurkan dana dengan prosedur yang telah ditetapkan. Adanya kalusul dalam Undang-Undang Angggaran dan Pendapatan Belanja Negara 2012 menjadi patokan untuk revisi Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.[2]
Penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebaiknya diberikan secara langsung kepada pihak sekolah tanpa harus melalui pemerintah kabupaten/kota, karena hal itu lebih rumit dengan proses yang panjang sehingga daqna sering terlambat diterima sekolah. Tetapi sistem itu ditujukan agar penyaluran dana BOS lebih terkendali dan sesuai dengan prinsip otonomi daerah. Karena dalam Undang-Undang Otonomi Daerah diatur bahwa pemberian dana BOS harus melalui pemerintah kabupaten atau pemerintah kota.[3]
Mekanisme Penggunaan Dana BOS
Penggunaan Dana BOS menurut Juknis BOS 2011 dapat digunakan untuk 13 Jenis Komponen, yaitu:[4]
1.      Pembelian/penggandaan buku teks pelajaran. Jenis buku yang dibeli/digandakan untuk SD adalah satu buku, yaitu Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan,  sedangkan SMP  sebanyak 2 buku yaitu  (a) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan dan (b) Seni Budaya dan Ketrampilan. Jika buku dimaksud belum ada di sekolah/belum mencukupi sebanyak jumlah siswa, maka sekolah wajib membeli/menggandakan sebanyak jumlah siswa. Jika jumlah buku telah terpenuhi satu siswa satu buku, baik yang telah dibeli dari dana BOS maupun dari Pemerintah Daerah, maka sekolah tidak harus menggunakan dana BOS untuk pembelian/ penggandaan buku tersebut. Selain daripada itu, dana BOS juga boleh untuk membeli buku teks pelajaran lainnya yang belum mencukupi sejumlah siswa.
  1. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan lainnya yang relevan);
  2. Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, pembelajaran pengayaan, pemantapan persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba, fotocopy, membeli alat olah raga, alat kesenian dan biaya pendaftaran mengikuti lomba);
  3. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa (misalnya untuk fotocopi/ penggandaan soal, honor koreksi ujian dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa);
  4. Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku cadang alat kantor;
  5. Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, internet, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di sekolah, maka diperkenankan untuk membeli genset;
  6. Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik dan perawatan fasilitas sekolah lainnya;
  7. Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer. Untuk sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor tenaga yang membantu administrasi BOS;
  8. Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS. Khusus untuk sekolah yang memperoleh hibah/block grant pengembangan KKG/MGMP atau sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama;
  9. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah. Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu penyeberangan, dll);
  10. Pembiayaan pengelolaan BOS seperti alat tulis kantor (ATK termasuk tinta printer, CD dan flash disk), penggandaan, surat-menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan laporan BOS dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos;
  11. Pembelian komputer (desktop/work station) dan printer untuk kegiatan belajar siswa, masing-masing maksimum 1 unit dalam satu tahun anggaran;
  12. Bila seluruh komponen 1 s.d 12 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik, peralatan UKS dan mebeler sekolah. 

Larangan Penggunaan Dana BOS
  1. Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan.
  2. Dipinjamkan kepada pihak lain.
  3. Membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan biaya besar, misalnya studi banding, studi tour (karya wisata) dan sejenisnya.
  4. Membiayai kegiatan yang diselenggarakan oleh UPTD Kecamatan/ Kabupaten/kota/Provinsi/Pusat, atau pihak lainnya, walaupun pihak sekolah tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut.  Sekolah hanya diperbolehkan menanggung biaya untuk siswa/guru yang ikut serta dalam kegiatan tersebut.
  5. Membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru.
  6. Membeli pakaian/seragam bagi guru/siswa untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris sekolah).
  7. Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat.
  8. Membangun gedung/ruangan baru.
  9. Membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran.
  10. Menanamkan saham.
  11. Membiayai kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah pusat atau pemerintah daerah secara penuh/wajar, misalnya guru kontrak/guru bantu.
  12. Kegiatan penunjang yang tidak ada kaitannya dengan operasi sekolah, misalnya iuran dalam rangka perayaan hari besar nasional dan upacara keagamaan/acara keagamaan.
  13. Membiayai kegiatan dalam rangka mengikuti pelatihan/sosialisasi/ pendampingan terkait program BOS/perpajakan program BOS yang diselenggarakan lembaga di luar Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/ Kota dan Kementerian Pendidikan Nasional.
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Penggunaan Dana BOS
  1. Prioritas utama penggunaan dana BOS adalah untuk kegiatan operasional sekolah;
  2. Maksimum penggunaan dana untuk belanja pegawai bagi sekolah negeri sebesar 20%. Penggunaan dana untuk honorarium guru honorer di sekolah agar mempertimbangkan rasio jumlah siswa dan guru sesuai dengan ketentuan pemerintah yang ada dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 15 Tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota;
  3. Bagi sekolah yang telah menerima DAK, tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama;
  4. Pembelian barang/jasa per belanja tidak melebihi Rp. 10 juta;
  5. Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain kewajiban jam mengajar.  Besaran/satuan biaya untuk transportasi dan uang lelah guru PNS yang bertugas di luar jam mengajar tersebut harus mengikuti batas kewajaran. Pemerintah daerah wajib mengeluarkan peraturan tentang penetapan batas kewajaran tersebut di daerah masing-masing dengan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi,  faktor geografis dan faktor lainnya;
  6. Jika dana BOS yang diterima oleh sekolah dalam triwulan tertentu lebih besar/kurang dari jumlah yang seharusnya, misalnya akibat kesalahan data jumlah siswa, maka sekolah harus segera melapor kepada Dinas Pendidikan. Selanjutnya Dinas Pendidikan mengirim surat secara resmi kepada Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah yang berisikan daftar sekolah yang lebih/kurang untuk diperhitungkan pada penyesuaian alokasi pada triwulan berikutnya;
  7. Jika terdapat siswa pindah/mutasi ke sekolah lain setelah pencairan dana di triwulan berjalan, maka dana BOS siswa tersebut pada triwulan berjalan menjadi hak sekolah lama. Revisi jumlah siswa pada sekolah yang ditinggalkan/menerima siswa pindahan tersebut baru diberlakukan untuk pencairan triwulan berikutnya;
  8. Bunga Bank/Jasa Giro akibat adanya dana di rekening sekolah menjadi milik sekolah untuk digunakan bagi sekolah.
Teori Pelayanan Publik
Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Adapun yang dimaksud penyelenggara pelayanan publik dalam konteks ini adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Kemudian, menurut Roth[5], pelayanan publik adalah layanan yang tersedia untuk masyarakat, baik secara umum (contohnya museum) maupun secara khusus (contohnya restoran). Sedangkan hal yang berbeda dikemukakan oleh Lewis dan Gilman[6]. Mereka menyatakan bahwa pelayanan publik adalah kepercayaan publik. Pelayanan publik yang dimaksud adalah pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan, yang pada akhirnya menimbulkan suatu kepercayaan dari publik. Sehingga dari ketiga definisi yang dikemukakan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pelayanan publik adalah suatu bentuk layanan yang diberikan penyelenggara pelayanan publik kepada masyarakat untuk tercapainya pemenuhan kebutuhan masyarakat secara berkualitas, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Suatu pelayanan publik dapat dikatakan berkualitas apabila memenuhi kriteria-kriteria berikut :
1. Transparan
Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas
Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional
Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif
Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan Hak
Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain.
6. Keseimbangan Hak Dan Kewajiban
Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

Selain keenam kriteria yang disebutkan di atas, Abidin mengatakan bahwa pelayanan publik yang berkualitasbukan semata-mata dilihat pada aspek kriteria-kriteria pelayanannya saja, tetapi jugadari aspek penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan publik tersebut ke tangan masyarakat sebagai konsumen. Aspek-aspek seperti kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi hal-hal yang penting untuk diperhatikan oleh para penyelenggara pelayanan publik untuk terciptanya suatu pelayanan publik yang berkualitas.


BAB III
PEMBAHASAN KASUS
KASUS
JAKARTA, KOMPAS – Badan Pemeriksa Keuangan melaporkan kepada DPR soal dana bantuan operasional sekolah dan dana pendidikan lainnya senilai Rp 1,56 triliun yang dinilai bermasalah. Salah satu yang dipermasalahkan adalah 2.592 sekolah penerima tidak melaporkan dana itu.
Bantuan operasional sekolah (BOS) dan dana pendidikan lainnya (DPL) yang diterima 2.592 sekolah itu tahun 2008 sebesar Rp 624,192 miliar, tetapi tidak dilaporkan sekolah sebagai bagian dari penerimaan dalam Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS).
“Hal itu mengakibatkan akuntabilitas penerimaan sekolah atas berbagai sumber pembiayaan tidak transparan dan berpotensi disalahgunakan,” ujar Ketua BPK Anwar Nasution seusai Rapat Paripurna DPR yang mengagendakan Penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun Anggaran 2008 di Jakarta, Selasa (21/4).
BPK menemukan dana BOS digunakan untuk membeli buku di luar jenis buku dalam petunjuk teknis senilai Rp 1,219 miliar. Akibatnya, sebagian buku tidak bisa dimanfaatkan. Pada saat yang sama, BPK juga menemukan ada sisa dana BOS dan pendapatan jasa giro senilai Rp 23,393 miliar yang tidak disetor kembali ke kas negara. Dana BOS juga digunakan untuk keperluan yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis senilai Rp 28,4 miliar.
Temuan di daerah menunjukkan ada 47 sekolah dasar (SD) dan 123 sekolah menengah pertama (SMP) di I5 kabupaten atau kota yang belum membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu. “Ini mengakibatkan tujuan program BOS untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu menjadi tidak sepenuhnya tercapai,” kata Anwar.
Terlambat disalurkan BPK juga melaporkan, penyaluran BOS di 32 provinsi mengalami keterlambatan sehingga dana operasional sekolah tidak tersedia tepat waktu. Akibatnya, beberapa sekolah terpaksa meminjam uang dari pihak lain untuk keperluan operasional sekolah sehingga memengaruhi proses belajar-mengajar.

Adapun di sisi DPL, BPK menemukan bahwa aset tetap di sekolah yang berasal dari sumber dana bantuan pemerintah pusat dan daerah senilai Rp 744,8 miliar tidak jelas status kepemilikan dan pengurusannya. Akibatnya, pemerintah daerah tidak bisamenganggarkan biaya pemeliharaan atas aset yang dikuasainya karena belum menjadi aset milik pemerintah daerah. Risikonya adalah bisa terjadi penyalahgunaan aset, seperti hilang atau dikuasai pihak Iain.
Temuan menonjol lainnya yang dilaporkan terkait dengan dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan. BPK melaporkan ada pelaksanaan pekerjaan yang dibiayai DAK tidak dilakukan secara swakelola dan majah diarahkan kepada rekanan tertentu senilai Rp 96.718 miliar. Selain itu, ada penitipan uang pajak DAK Rp 1,635 miliar tidak disetor ke kas negara dan digunakan untuk keperluan lain.
“BPK menyimpulkan bahwa secara umum pengendalian terhadap pengelolaan dan pertanggungjawaban dana BOS dan DPL telah memadai, tetapi masih perlu mendapat perhatian dari pemerintah khususnya terkait desain pengendalian dan pelaksanaannya,” kata Anwar.
ANALISIS KASUS
Sejatinya, Bantuan Operasional Siswa diberikan dan disalurkan oleh Pemerintah kepada sekolah-sekolah pendidikan dasar (SD/MI) dan sekolah-sekolah pendidikan pertama (SMP/MTs) di seluruh Indonesia, namun pada kenyataannua selalu saja ada oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang ingin menggunakan dana BOS tersebut untuk kepentingan pribadinta masing-masing.
Oknum-oknum yang terlibat tersebut antara lain adalah pejabat dan pegawai negeri sipil di dalam lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu sendiri seperti pejabat dan para guru serta staff sekolah.
Korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum ini sejadtinya dapat dikategorikan ke dalam perbuatan administrasi khusus, yang termasuk ke dalam Hukum Administrasi Negara.[7]
Apabila dilihat dari kacamata Hukum Administrasi Negara, kegiatan yang dilakukan oleh para oknum-oknum tersebut sangatlah tidak pantas untuk dilakukan. Hal ini sangat bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPyB) yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)[8], antara lain:
  1. asas kepentingan umum dimana dalam hal ini oknum-oknum tersebut memperkaya diri sendiri dengan menggunakan uang negara yang seharusnya disalurkan untuk menyelenggarakan kepentingan guna mencerdaskan kehidupan bangsa yang diselenggarakan dalam kegiatan pendidikan,
  2. asas profesionalitas, dimana oknum-oknum tidak berlaku profesional dan menyalahgunakan uang negara dan tidak menggunakannya untuk menyelenggarakan pelayanan publik di bidang pendidikan,
  3. asas akuntabilitas, dimana korupsi yang dilakukan oleh para oknum-oknum tersebut tidak dapat dipertanggung jawab kan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, karena uang yang seharusnya disalurkan kepada masyarakan mereka gunakan untuk kepentingan mereka masing-masing.

Menurut AAUPYB yang dirumuskan oleh Koentjoro Purbopranoto dan S.F. Marbun[9], korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam bidang pendidikan tersebut melanggar antara lain:
  1. asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar, dimana oknum-oknum bertindak dengan tidak selayaknya yang tidak diharapkan oleh masyarakat untuk dilakukan oleh oknum-oknum tersebut yang merupakan pejabat ataupun pegawai negeri sipil.
  2. Asas kebijaksanaan, korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut merupakan suatu tindakan yang tidak bijaksana dan sangat tidak populer.
  3. Asas penyelenggaraan kepentingan umum, dimana korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut tidak memelihara kepentingan umum yang seharusnya terselengga.

Suatu perbuatan hukum haruslah dipertanggung jawabkan oleh pelakunya, dalam hal ini oknum-oknum yang melakukan korupsi di bidang pendidikan antara lain adalah pegawai negeri sipil sehingga kelalaiannya dalam menggunakan uang negara (korupsi) akan menimbulkan kerugian bagi pihak lain atau bagi negara.[10] Pertanggung jawaban tersebut dapat dipertanggungjawabkan dalam beberapa macam, yakni:
  1. Pertanggung jawaban kepidanaan, yang diberikan kepada pegawai negeri yang melakukan kesalahan serius dan sangat membahayakan negara dan masyarakat,
  2. Pertanggung jawaban finansial/keuangan dan kehartaan, yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang melakukan kesalahan dan harus mempertanggung jawabkan kerugian yang dideritanya dengan menggantinya dengan uang.
Seperti kita ketahui bahwa korupsi termasuk ke dalam tindak pidana, oleh karena itu tindakan hukum yang dilakukan oleh para oknum-oknum ini dapat pula dimintai pertanggung jawaban dengan tanggung jawab pidana dimana para oknum yang merupakan pegawai negeri sipil harus diadili dengan Hukum Acara Pidana di Pengadilan Negeri.
Pada akhirnya, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat dan pegawai negeri sipil di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut termasuk ke dalam pernuatan hukum yang termasuk ke dalam Hukum Administrasi Negara karena jabatan mereka selaku pejabat negara atau pegawai negeri sipil yang melaksanakan tugas untuk melaksanakan pelayanan publik, dan korupsi yang dilakukkan tersebut merupakan tindak pidana sehingga hukumannya pun harus dilakukan dengan menggunakan Hukum Acara Pidana.








BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam pelaksanaannya ketetapan mengenai penyaluran dana BOS terhadap kepentingan pendidikan siswa di Indonesia tidaklah berjalan dengan mulus. Berbagai hambatan dan kasus pun sering ditemui di lapangan. Salah satunya adalah adanya penyelewengan yang dilakukan oleh oknum pejabat publik sendiri seperti yang ditemui dalam pembahasan kasus diatas, yang seharusnya memaksimalkan fungsi disalurkannya dana BOS tersebut. Sehingga permasalahan yang ditemukan tidak lain adalah melibatkan subjek-subjek yang seharusnya bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan diadakannya dana BOS itu sendiri.
            Efektivitas diselenggarakannya penyaluran dana BOS di dalam masyarakat akan dikembalikan lagi kepada subjek-subjek yang terlibat dalam pencapaian tujuan disalurkannya dana BOS ini kepada masyarakat. Karena keefektivan penyelenggaraan dana BOS ini akan tercapai dengan maksimal jika subjek tersebut baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri, yang dalam hal ini juga terkhusus kepada penyelenggara pendidikan di Indonesia telah kembali pada titik memaknai tujuan dari diselenggarakannya ketetapan tersebut yakni demi kesejahteraan masyarakat. Namun pada kenyataannya, saat ini keefektifan penyelenggaraan dana BOS belumlah mencapai titik dimaksimalkannya fungsi penyaluran dana BOS tersebut sehingga masyarakat sendiri masih belum merasakan kesejahteraan yang sejatinya dijanjikan dalam penetapan diadakannya dana Bos tersebut.

SARAN
Melalui tulisan ini, saran yang dapat disampaikan penulis diantaranya adalah menyangkut penerapan kaidah hukum terkhusus mengenai bagaimana peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah (dalam hal ini menyengkut ketetapan atas dana BOS) hendaklah difungsikan sebaik-baiknya di dalam masyarakat, hal ini tidak lain adalah ditujukan untuk memaksimalkan fungsi penegakan hukum di Indonesia. Memaksimalkan fungsi ketetapan ini adalah dibutuhkan kerjasama baik dari pihak masyarakat maupun pemerintah. Dan ini dikembalikan lagi kepada kesadaran kedua belah pihak untuk kembali memahami dan memaknai fungsi dari adanya ketetapan tersebut yakni dalam rangka penyelenggaraan kesejahteraan rakyat itu sendiri. Oleh karena itu, jika kedua belah pihak telah memenuhi rasa kesadaran ini, seharusnya setiap ketetapan dapat dijalankan dengan maksimal sehingga dapat menghindari berbagai kasus penyalahgunaan yang sudah sering terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 51/2011 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS  dan Laporan Keuangan BOS Tahun Anggaran 2012

Literatur Buku :
Carol W.Lewis and Stuart C.Gilman, The Ethics Challenge in Public Service ; A Problem Solving Guide, SanFransisco : Jossey Bass, 2005.
Gabriel Joseph Roth, The Private Provision of Public Service in Developing Country, Washington D.C. : Oxford University Press, 1926.
Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, Bandung: Almuni, 1975.
Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994.
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada,  2006.
S.F. Marbun dan Moh. Mahfud M.D., Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000.
Yuliati, Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam menghadapai Otonomi Daerah, Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN, 2001.

Sumber Website :






[1] Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
[3] Yuliati. 2001. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam menghadapai Otonomi Daerah, Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN.
[4]Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 51/2011 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS  dan Laporan Keuangan BOS Tahun Anggaran 2012
[5] Gabriel Joseph Roth, The Private Provision of Public Service in Developing Country, Washington D.C.: Oxford University Press, 1926.
[6] Carol W. Lewis and Stuart C. Gilman, The Ethics Challenge in Public Service : A Problem-Solving Guide, San Francisco: Jossey Bass, 2005.
[7] Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994, hlm. 80.
[8] Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 254-255.
[9] Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, Bandung, Almuni, 1975, hlm. 29-39.
[10] S.F. Marbun dan Moh. Mahfud M.D., Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2000, hlm. 106-107.

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. LuckyClub Casino Site - Play Live Online Slots Games at Lucky
    Our luckyclub mission is to provide players with the ultimate online casino experience. All games are streamed in a high-quality, safe and secure way. Our software ensures

    BalasHapus